Kiai Nasroh mengaku heran juga saat itu. “Tapi alhamdulillah, dengan ‘bolah’ (disebul/`ditiup` Allah), kayu jati itu berdiri. Awalnya agak menceng, namun cepat-cepat saya luruskan sebelum ada orang lain yang tahu,” akunya. “Jadi, pendirian tiang utama itu tidak jadi dilaksanakan hari Minggu seperti yang dijadwalkan,” sambungnya.
Selang beberapa saat, warga yang mengetahui berdirinya kayu tersebut langsung berdatangan untuk melihat. Sementara para wanitanya langsung mendekati galian di bawah tiang dan memasukkan uang receh di dalamnya, seperti kisah pendirian keraton Mataram zaman dulu. “Mungkin kisah pendirian keraton Mataram yang membuat para perempuan desa di sini langsung memasukkan uang receh itu,” terangnya.
Berikutnya, pembangunan masjid dilanjutkann oleh Kiai Nasoh bersama para santrinya dengan mendapat bantuan dari sejumlah dermawan. “Semua pembangunan kita lakukan sesuai ajaran Nabi Sulaiman, bahwa dalam pembangunan masjid tidak diperkenankan mengeluarkan suara keras. Termasuk dalam pemasangan batu-batunya,” ujarnya.
“Kalau Nabi Sulaiman menyuruh burung hud-hud mengambil besi kuning guna memotong batu agar tidak bersuara, kita hanya bisa memasang satu persatu batu bata dengan bacaan Ayat Kursi sambil berusaha tidak mengeluarkan suara sama sekali,” lanjutnya.
Satu tiang utama masjid tersebut dibantu dengan delapan tiang kecil sebagai penyangga atap pinggir masjid. Dalam peletakannya, delapan tiang tersebut ditata sedemikian rupa sehingga ketika dilihat dari berbagai sisi tampak jumlahnya sembilan tiang.
Menurut Kiai Nasrullah, ini merupakan simbol perjuangan Wali Sembilan dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan cara fleksibel mengikuti adat masyarakat. “Tidak radikal,” katanya.
Selain itu, di atas atap masjid dibangun beberapa sap ditempatkan gembol (akar) kayu jati sebagai mahkota. Masjid tidak menggunakan kubah dari aluminium atau semacamnya seperti yang umumnya digunakan sebagian masjid di Indonesia.
Tak hanya itu, semua yang ada di dalam masjid tersebut juga mengandung arti. Satu tiang tersebut merupakan petunjuk bahwa setiap yang masuk dalam masjid bisa mengingat zat Allah yang Maha Satu dengan kebesaran dan ketinggiannya. Sedangkkan panjang tiang 27 meter merupakan simbol bahwa salat diwahyukan kepada Rasulullah melalui Isro’ Mi’roj pada 27 Rajab.
Lebar masjid 17 meter berarti Al Quran yang diturunkan pada tanggal 17 Ramadan, panjang masjid 40 meter berarti nabi menerima wahyu pertama pada usai 40 tahun. Sementara tiang tambahan kanan dan kiri yang berisi delapan tiang ditambah satu tiang utama menunjukkan bahwa Islam masuk di tanah Jawa atas prakarsa sembilan wali.
Lambat laun, masjid ini makin dikenal masyarakat meski tempatnya berada di tengah hutan di daerah perdalaman. Termasuk Ponpes Walisongo juga semakin kesohor seantero Nusantara. Bahkan, saudara ipar Sultan Hassanah Bolkia dari Brunai Darussalam bernama Abdul Hamid, sempat nyantri selama tiga tahun di sana. Dan saat ini, jumlah santri tercatat ada 1.600 santri dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk dari Kalimantan, Sumatera, dan daerah lainnya.
semoga ila yaumil qiyamah
BalasHapus